Ketupat Hidangan Penuh Makna

oleh -1,003 views
oleh
Ketupat Hidangan Penuh Makna
kutim post - Ketupat Hidangan Penuh Makna, makanan khas yang disajikan saat lebaran

Ketupat Hidangan Penuh Makna, KUTIM POST Dalam kebudayaan kita, ketupat menjadi salah satu sajian yang wajib dihidangkan saat lebaran. Makanan yang terbuat dari beras dan dibungkus daun kelapa ini, biasanya disajikan dengan sayur santan berkuah. Hampir setiap rumah menyajikan menu makanan berat ini. Lalu, bagaimana sejarahnya ketupat bisa hadir ditengah-tengah kita? Lihat jawabannya berikut ini.

Dalam bahasa Jawa, ketupat disebut dengan “Kupat”. Kepanjangan dari “kupat” merupakan “Ngaku lepat” (yang berarti “mengakui kesalahan”), serta “laku papat” (yang artinya “empat laku yang tercermin dari empat sudut ketupat”).

Istilah Ketupat

Ketupat adalah makanan terbuat dari beras yang dibungkus dalam anyaman daun kelapa (janur). Menganyam janur dan dibentuk sedemikian rupa, dan berongga dibagian tengah untuk menaruh beras.

Pengisian beras yang telah dicuci bersih kedalam wadah tersebut, biasanya hanya seperempat. Setelah terisi beras, anyaman janur ditutup agar beras tidak tumpah keluar.

Proses selanjutnya, anyaman janur yang berisi beras tadi di masukkan kedalam panci, dan dimasak selama beberapa jam. Setelah matang, barulah ketupat bisa dihidangkan dengan sayur santan atau yang lain.

Baca Juga :  Taman Nasional Kutai

Sejarah Ketupat Sajian Lebaran

Ketupat sudah ada sejak dulu ketika masyarakat masih menganut Hindu-Budha, dalam kebudayaan Bali dikenal dengan nama “Tipat”.

Menjadi salah satu sajian dalam ritual ibadah masyarakat zaman Hindu-Budha. Yang tercantum dalam prasasti yang ditemukan para ahli. Di prasasti tersebut tercantum cerita tentang makanan yang terbuat dari beras dan dibungkus dengan daun kelapa atau nyiur.

Setelah masuk Islam ke Nusantara, terjadilah pergeseran keyakinan. Ketupat tidak lepas dari peran Sunan Kalijaga dalam penyebaran Islam di Indonesia.

Ketupat menjadi makanan penuh makna filosofi dan nilai-nilai ke-Islaman, yang dimasukkan Sunan Kalijaga dalam budaya Jawa.

Menurut Hermanus Johannes de Graaf, seorang sejarawan dari Belanda, ketupat mulai dikenal di Tanah Jawa sejak abad ke-15, di masa Kerajaan Demak. De Graaf memang mengkhususkan diri meneliti sejarah masyarakat Jawa.

Sunan Kalijaga adalah salah satu Sunan yang berdakwah dengan metode pendekatan budaya. Sebab, saat itu masyarakat tidak bisa langsung disuruh memeluk agama Islam. Pada waktu itu, masyarakat yang sangat teguh memegang kepercayaan sebelumnya.

Baca Juga :  Wabup Kasmidi Melaksanakan Agenda Safari Ramadan di Desa Singa Gembara

Dengan pendekatan melalui budaya, Sunan Kalijaga mengajak masyarakat memaknai budaya-budaya yang sudah ada, dengan nilai-nilai keislaman. Salah satunya melalui makanan yang biasa dikonsumsi masyarakat Jawa, termasuk ketupat.

Sebelumnya, ketupat biasa dinikmati masyarakat jauh sebelum kedatangan Islam. Iklim di Indonesia yang tropis membuat pohon kelapa mudah tumbuh, sehingga mudah bagi masyarakat Indonesia kala itu memperoleh janur.

Ketupat Hidangan Penuh Makna

Selain itu, daun pembungkus ketupat juga memiliki makna tersendiri. Janur yang digunakan pada ketupat memiliki makna “jannah nur” atau “cahaya surga”. Ada juga yang menyebut bahwa “janur” merupakan kepanjangan dari “jatining nur” atau hati nurani.

Jadi, ketupat yang dinikmati saat hari raya Idul Fitri ini memiliki makna mensucikan hati dari hal-hal negatif, sehingga kita mendapat ridha Allah untuk menuju surga-Nya.

Janur yang dianyam juga memiliki makna tersendiri. Anyaman janur itu menunjukkan nilai kekerabatan yang harus selalu direkatkan dengan silaturahmi dan saling menopang.