Masdari Kidang Soroti Akses Pelayanan Bagi Warga Perbatasan Bontang-Kutai Timur

oleh -655 Dilihat
oleh

Sangatta – Anggota DPRD Kutai Timur, Masdari Kidang, mengungkapkan keprihatinannya terkait kondisi pelayanan publik bagi warga yang tinggal di perbatasan Kutai Timur – Bontang. Menurutnya, persoalan jarak dan aksesibilitas menjadi penyebab utama sebagian warga lebih nyaman mengurus kebutuhan sehari-hari ke Kota Bontang dibandingkan ke pusat pemerintahan Kutim yang berada di Sangatta.

“Dekat, bukan mudah. Lebih dekat perjalanan dia ke Bontang daripada ke Kutai Timur. Itu aja yang jadi permasalahan kalau saya lihat,” ujarnya.

Masdari yang dikenal sebagai salah satu tokoh asli Kutai turut menjelaskan bahwa kedekatan mobilitas itu bukan semata-mata karena pembangunan modern, melainkan memiliki akar sejarah yang panjang. Daerah-daerah di pesisir, termasuk Bengalon dan sejumlah kampung tua lainnya, disebut sudah ramai sejak lama, jauh sebelum Bontang tumbuh sebagai kawasan industri.

“Kalau dari nenek moyang kami dulu, saya ini asli Kutai. Senyata Bengalon itu jauh lebih dulu ramai. Bontang itu kan baru saja berkembang. Jadi wajar kalau ada wilayah yang dulu masuk Kutai Timur, tapi sekarang mobilitasnya lebih dekat ke Bontang,” tambahnya.

Penjelasan itu menggambarkan adanya perubahan dinamika wilayah dari masa ke masa. Wilayah Kutai Timur yang sangat luas menyebabkan sebagian desa secara geografis lebih dekat dengan infrastruktur kota tetangga, sehingga aktivitas ekonomi, pendidikan, maupun pelayanan dasar tidak terhindarkan untuk berorientasi ke sana.

Masdari menegaskan bahwa kedekatan geografis tersebut seharusnya menjadi bahan pertimbangan pemerintah dalam merancang kebijakan pelayanan publik, terutama bagi kecamatan atau desa yang berada di area perbatasan. Ia menilai bahwa banyak warga yang mengalami kendala ketika ingin mendapatkan layanan administrasi, pendidikan, kesehatan, maupun layanan pemerintahan lainnya.

“Yang penting pemerintah paham kondisi di lapangan. Jangan bikin kebijakan yang kaku. Kalau warganya lebih dekat ke Bontang, ya kita harus menyesuaikan pelayanan supaya tidak memberatkan. Karena ini bicara kebutuhan dasar masyarakat, bukan soal politik atau batas wilayah saja,” ucapnya.

Ia mencontohkan beberapa masalah yang kerap muncul setiap tahun, seperti pendaftaran sekolah melalui sistem zonasi yang membuat banyak warga Sidrap dan Teluk Pandan kesulitan. Mereka tinggal di wilayah Kutim, tetapi jarak ke sekolah-sekolah di Sangatta jauh lebih tidak masuk akal dibanding ke sekolah – sekolah di Bontang.

Masdari menilai bahwa kondisi ini memerlukan langkah-langkah kebijakan yang berani dan fleksibel. Pemerintah Kutai Timur, dalam pandangannya, perlu membuka ruang koordinasi yang lebih intensif dengan Pemerintah Kota Bontang untuk memastikan pelayanan publik tetap berjalan efektif meski berada di wilayah perbatasan administrasi.

“Ini harus ada kerja sama. Tidak bisa dibiarkan begitu saja. Masyarakat kita butuh layanan cepat. Kalau jaraknya jauh, ya harus carikan solusi. Apakah itu MoU dengan Bontang atau kebijakan khusus di kecamatan perbatasan,” jelasnya.

Ia menegaskan bahwa DPRD siap mendorong pemerintah untuk membahas pola-pola kolaboratif lintas daerah, terutama pada sektor pendidikan dan administrasi kependudukan yang paling sering dikeluhkan masyarakat.

Lebih jauh, Masdari mengingatkan bahwa wilayah perbatasan adalah wajah depan daerah, sehingga perhatian terhadap mereka harus lebih besar. Ia menilai bahwa pembangunan Kutim tidak boleh terpusat hanya di Sangatta atau kecamatan besar lainnya.

“Jangan sampai orang merasa tinggal di perbatasan berarti tinggal di ‘wilayah yang dilupakan’. Mereka Sama-sama warga Kutim, jadi pelayanan harus bisa mereka rasakan juga. Dan realita jarak ini harus kita masukkan sebagai pertimbangan dalam kebijakan,” tegasnya. (ADV)

Baca terus artikel kami di GoogleNews

No More Posts Available.

No more pages to load.