DPRD Kutim Dorong Pemerintah Susun Strategi Finansial Baru

oleh -583 Dilihat
oleh

Sangatta – Proyeksi penurunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kutai Timur pada 2026 mulai menjadi perhatian serius seluruh pemangku kebijakan. Di tengah sinyal melemahnya pendapatan daerah, DPRD Kutai Timur menegaskan perlunya strategi finansial baru agar pembangunan tetap berjalan dan layanan publik tidak terganggu.

Anggota DPRD Kutim yang juga tergabung dalam Badan Anggaran (Banggar), Pandi Widiarto, menilai paparan pemerintah dalam rapat bersama DPRD merupakan alarm bagi seluruh pihak bahwa Kutai Timur tidak bisa menghadapi 2026 dengan pendekatan anggaran yang biasa-biasa saja. Menurutnya, langkah antisipasi harus disusun sejak sekarang untuk mencegah proyek-proyek vital terhenti.

“Paparan pemerintah tadi jadi peringatan penting. Kita harus antisipasi. Kalau APBD turun, kita tidak boleh diam. Harus siapkan strategi khusus supaya Kutai Timur tetap survive,” tegas Pandi seusai rapat.

Salah satu sektor yang paling sensitif terhadap perubahan APBD adalah belanja pegawai. Pandi mengakui bahwa beberapa pos mungkin harus disesuaikan, namun ia menegaskan DPRD tetap menjadikan kesejahteraan pegawai sebagai prioritas karena berhubungan langsung dengan kualitas layanan publik.

“Tentu ada hal-hal teknis yang harus menyesuaikan. Tunjangan pegawai pasti akan menyesuaikan APBD, tapi kami berkomitmen memperjuangkan agar kinerja pegawai tidak terganggu,” ujarnya.

Ia mengingatkan bahwa penurunan semangat kerja pegawai bisa berdampak domino pada jalannya program pemerintah, sehingga kebijakan penghematan harus dilakukan secara terukur dan manusiawi.

“Semuanya harus realistis, tapi jangan sampai melemahkan pelayanan dasar,” tambahnya.

Dalam kesempatan itu, Pandi juga menjawab pertanyaan publik terkait nasib Multi Years Contract (MYC), sebuah skema kontrak kerja multiyears yang selama ini digunakan untuk proyek besar, terutama infrastruktur jalan dan konektivitas antarwilayah.

Menurutnya, MYC masih memiliki peluang untuk dijalankan, namun membutuhkan kajian lebih komprehensif mengingat kondisi APBD yang tidak sekuat tahun-tahun sebelumnya.

“MYC ini menyangkut konektivitas, pemerataan infrastruktur, dan peningkatan ekonomi. Kalau memungkinkan dilaksanakan, tentu akan kita bahas di Banggar. Kita tidak ingin proyek strategis terhambat, tapi juga harus realistis dengan kemampuan keuangan daerah,” jelasnya.

Pandi mengingatkan bahwa Kutai Timur pernah mengalami penurunan APBD di masa lalu, sehingga ia optimistis pemerintah dan DPRD bisa merumuskan langkah-langkah terbaik.

“Dulu APBD pernah turun seperti ini. Sekarang kita punya lebih banyak opsi strategi. Yang penting program prioritas Bupati tetap masuk dan tidak ada proyek mendesak yang dikorbankan,” katanya.

Salah satu poin yang ditekankan Pandi adalah kewajiban pemerintah melakukan efisiensi anggaran secara menyeluruh. Menurutnya, pada kondisi fiskal menurun, setiap rupiah pengeluaran harus benar-benar diarahkan untuk kegiatan yang memberikan manfaat nyata.

“Yang tidak penting harus dipangkas. Tidak boleh lagi ada kegiatan yang berlebihan atau berhura-hura. APBD harus benar-benar untuk pembangunan, untuk kinerja pegawai, dan untuk pelayanan publik,” tegasnya.

Ia menyebut efisiensi bukan sekadar pemotongan anggaran, melainkan perbaikan tata kelola serta penajaman prioritas agar anggaran terkonsentrasi pada dampak terbesar, terutama di sektor infrastruktur, pendidikan, dan ekonomi masyarakat.

Di luar isu keuangan daerah, Pandi juga menanggapi polemik yang sedang berkembang terkait kebijakan jam kerja OPA – sistem yang disebut-sebut menerapkan shift 4 jam kerja dan 24 jam istirahat, namun memunculkan protes pekerja karena dianggap tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan mengancam privasi karyawan.

Pandi mengaku belum menerima dokumen lengkap terkait kebijakan tersebut karena isu ketenagakerjaan tidak berada di komisi yang ia duduki. Namun ia menegaskan DPRD akan segera meminta klarifikasi.

“Saya belum monitor secara mendalam karena bukan komisi saya. Tapi nanti saya koordinasikan dengan teman-teman komisi terkait. Jika benar mengganggu privasi atau tidak ada dasar hukumnya, tentu harus ditinjau ulang,” tandasnya.

Pandi optimistis bahwa dengan perencanaan yang matang, Kutai Timur tetap bisa melanjutkan pembangunan tanpa terhambat secara signifikan. Menurutnya, penurunan APBD bukan berarti mandeknya pembangunan, selama pemerintah dan legislatif mampu merancang strategi adaptif.

“Perubahan anggaran bukan akhir dari segalanya. Yang terpenting adalah bagaimana kita merumuskan kebijakan baru dan tetap menjaga arah pembangunan Kutai Timur,” tutupnya. (Adv)

Baca terus artikel kami di GoogleNews

No More Posts Available.

No more pages to load.