Kasus Jam OPA PT PAMA, Distransnaker Kutim Dorong Perlindungan Hak Pekerja

oleh -50 Dilihat
oleh
Kasus Jam OPA PT PAMA, Distransnaker Kutim Dorong Perlindungan Hak Pekerja

KUTIMPOST.COM, Sangatta – Kasus Jam OPA PT PAMA, Distransnaker Kutim Dorong Perlindungan Hak Pekerja. Dinas Transmigrasi dan Ketenagakerjaan (Distransnaker) Kabupaten Kutai Timur menindaklanjuti aduan dugaan pelanggaran normatif ketenagakerjaan yang melibatkan karyawan PT Pama Persada Nusantara (PAMA) Site PT Kaltim Prima Coal (KPC).

Aduan tersebut disampaikan oleh Edi Purwanto, salah satu operator, terkait penerapan sistem jam OPA (Operator Performance Assessment) yang dinilai memberatkan pekerja.

Kepala Distransnaker Kutim, Roma Malau, menyampaikan bahwa pihaknya telah menerima beberapa laporan serupa dan telah melakukan proses mediasi. Dari hasil pemeriksaan, diketahui ada tiga pengaduan yang masuk, yakni dari Heri Irawan, Edi Purwanto, dan I Made Febri. Dua di antaranya telah dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

“Hari ini kami hadir untuk menindaklanjuti aduan dari saudara Edi Purwanto atas dugaan pelanggaran normatif ketenagakerjaan oleh PT PAMA Site KPC. Berdasarkan hasil pemeriksaan, kami mengeluarkan anjuran agar pekerja yang di-PHK dapat dipekerjakan kembali dan menerima seluruh haknya sesuai PKB,” jelas Kadisnaker Kutim.

Ia menegaskan, penerapan jam OPA perlu dikaji ulang karena tidak tercantum secara eksplisit dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan hanya berdasarkan surat dari direksi perusahaan. “Penggunaan jam OPA tidak selamanya menjadi solusi. Kami membuat anjuran ini berdasarkan aturan yang berlaku,” tambahnya.

Edi Purwanto dalam keterangannya menjelaskan bahwa dirinya diberi jam OPA sejak Mei lalu, namun kerap dianggap tidak memenuhi jam tidur yang disyaratkan sistem, meskipun telah menjalani pengobatan akibat hipertensi.

“Saya sudah mengikuti arahan atasan dan saran dokter. Namun hasil OPA tetap mencatat jam tidur saya tidak tercapai,” ungkapnya.

Sementara itu, Ketua DPC Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI) Kutim, Tabrani Yusuf, menilai pemasangan jam OPA berpotensi melanggar hak pekerja dalam aspek keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Ia menegaskan bahwa alat pemantau tidur tersebut tidak boleh dijadikan dasar sanksi atau PHK.

“OPA bersifat evaluatif, bukan sanksional. Pemaksaan penggunaannya tanpa mempertimbangkan kondisi medis karyawan dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak atas keselamatan dan kesehatan kerja,” ujarnya.

Menanggapi hal itu, perwakilan manajemen PT PAMA, Tri Rahmat Sholeh, menyatakan bahwa penerapan jam OPA dilakukan demi keselamatan kerja. “Kami ingin memastikan operator memiliki istirahat cukup agar aman saat bekerja. Sistem ini adalah bagian dari upaya K3 perusahaan,” katanya.

Meski begitu, Distransnaker Kutim menegaskan akan terus mengawasi proses penyelesaian kasus ini dan mendorong agar setiap kebijakan perusahaan tetap memperhatikan perlindungan hak-hak normatif pekerja. Jika tidak ditemukan titik temu dalam mediasi, kasus ini akan diteruskan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) sesuai prosedur yang berlaku. (Adv)

Baca terus artikel kami di GoogleNews

No More Posts Available.

No more pages to load.