Dugaan Korupsi Solar Cell, Kejari Fokus Penerapan Pasal UU Pemberantasan Tipikor

oleh -597 views
oleh
Dugaan Korupsi Solar Cell, Kejari Fokus Penerapan Pasal UU Pemberantasan Tipikor

SANGATTA, KUTIMPOST.COM – Dugaan korupsi Solar Cell, Kejari fokus Penerapan Pasal UU Pemberantasan Tipikor. Kasus dugaan tindak pidana korupsi Pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Solar Cell Home System, masih terus bergulir. Kejaksaan Negeri Sangatta, sampai saat ini telah memeriksa 48 saksi.

Kepala Kejaksaan Negeri Kutai Timur (Kutim), Henriyadi W Putro melalui Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri Kutai Timur Yudo Adiananto menyebutkan, Tim Jaksa Penyidik masih fokus dalam penerapan pasal UU Pemberantasan Tipikor.

“Tim Jaksa Penyidik masih fokus dalam penerapan pasal UU Pemberantasan Tipikor. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan untuk dilakukan penerapan pasal UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU),” tuturnya saat dihubungi Kutim Post melalui Whatsapp. Kamis, (10/6/2021).

Baca Juga :  Deklarasi Perkebunan Berkelanjutan Kutai Timur 2030: Visi Bersama untuk Mewujudkan Perkebunan Berkelanjutan Kutai Timur 10 Tahun Kedepan

“Kami pastikan penanganan perkara akan dilakukan secara objektif, profesional, transparan dan dijamin tidak tebang pilih. Selama ditemukan minimal 2 alat bukti, pasti akan kami minta pertanggungjawabannya secara pidana, dengan melakukan penetapan tersangka terhadap para pihak yang terlibat,” sambungnya.

Dugaan Korupsi Solar Cell

Sampai saat ini, Tim Jaksa Penyidik Kejari Kutai Timur masih terus melaksanakan pemeriksaan saksi-saksi dan pengumpulan alat bukti lainnya secara maraton. Terhadap dugaan korupsi solar cell, pada Dinas Penanaman Modal Perijinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Kutai Timur Tahun 2020.

Baca Juga :  Yan Sebut SIPD Belum Sepenuhnya Akomodir Program Yang Dibutuhkan Masyarakat

Untuk diketahui, modus operandi dalam kasus ini adalah permainan mafia anggaran, pengaturan manipulasi kegiatan dengan penunjukan langsung dengan sudah menyiapkan CV, yang akan melaksanakan kegiatan tersebut, mark up (penggelembungan harga), penyusunan RAB dan HPS yang tidak sesuai ketentuan dan adanya pungutan liar (fee) dari setiap paket kegiatan yang dilakukan oleh oknum pejabat DPMPTSP Kutai Timur dan Pemkab Kutai Timur. (adv)